Terkait dengan boleh tidaknya membawa anak kecil ke masjid, sebagian kalangan ada yang menganjurkan
agar anak-anak yang masih kecil selalu diajak ke masjid. Tujuannya agar
sejak dini telah mengenalkan masjid dan ibadah shalat kepada mereka. Namun ide ini mendapat tentangan dari banyak pihak dengan beberapa
alasan yang juga berdasarkan nash-nash syariah. Khususnya bila anak-anak
yang dimaksud adalah mereka yang masih di usia bawah tujuh tahun.
Bagi mereka, mengajak anak-anak ke masjid memang bagian dari
pendidikan agama sejak usia dini, namun usia mereka setidaknya sudah
cukup, sekitar usia tujuh tahun. Mereka anak-anak yang belum cukup
matang usianya, kalau diajak ke masjid, bukanya menjadi pendidikan buat
mereka, justru yang terjadi malah menggangu jamaah yang lain.
Ada beberapa pertimbangan, kenapa hanya anak yang cukup umur saja yang layak diajak ke masjid :
1. Perintah Shalat Bagi Anak Sejak Usia Tujuh Tahun
Perlu disadari bahwa memberi
motivasi dan contoh kepada anak-anak dalam masalah shalat memang harus
sejak dini. Namun perlu disadari bahwa ada waktu dan usia tertentu
berdasarkan nash-nash syariah, kapan hal itu mulai dilakukan.
Salah satu hadits yang sudah masyhur di kalangan umat Islam adalah hadits berikut ini :
مُرُوا أَوْلادَكُمْ
بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا
وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Perintahkan kepada anak-anakmu
untuk shalat ketika mereka menginjak usia tujuh tahun. Dan pukullah
mereka ketika menginjak sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur mereka. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)
Ada satu isyarat penting di dalam hadits ini, yaitu Rasululah SAW
menyebut usia anak, antara tujuh tahun dan sepuluh tahun. Kenapa beliau
tidak menyebut usia lima tahun, empat tahun atau tiga tahun?
Penting untuk dimengerti bahwa tingkat kematangan berpikir anak itu
mengalami proses panjang. Anak usia tiga tahun, belum mampu menyerap
aturan baik berupa perintah atau larangan. Sehingga kadang-kadang mereka
menurut tapi seringkali pula mereka tidak menurut.
Semakin tinggi usia anak, maka tingkat kematangan berpikirnya
semakin baik. Anak usia lima tahun tentu sedikit lebih matang dari yang
berusia tiga tahun. Tetapi keduanya sama-sama masih jauh dari sikap
mengerti dan paham dengan aturan-aturan.
Akan jauh berbeda dengan anak yang mulai menginjak usia tujuh tahun.
Meski bukan suatu yang pasti, namun umumnya anak yang sudah melewati
usia tujuh tahun, mereka lebih matang dan bisa memahami serta mengerti
aturan-aturan.
Maka tidak bijaksana mulai mengajak anak-anak yang belum masuk usia
tujuh tahun untuk shalat berjamaah di masjid. Selain belum ada
perintahnya, juga ada banyak resiko yang akan akan terjadi, seperti
mereka akan melakukan banyak keributan, serta tentu nya akan mengganggu
ketentangan jamaah shalat dan suasana khusyu’ di dalam masjid.
2. Anak-anak Punya Barisan Tersendiri di Masjid
Alasan lain untuk belum
perlu mengajak anak-anak di bawah usia tujuh ke masjid adalah karena ada
aturan di masjid yang mengharuskan anak-anak punya barisan tersendiri,
yaitu di bagian belakang barisan jamaah laki-laki.
Para ulama menetapkan bahwa anak-anak, baik secara sendiri-sendiri
atau berkelompok, tidak boleh berada di sela-sela jamaah laki-laki dalam
shalat berjamaah. Karena Allah SWT telah menetapkan posisi mereka di
dalam satu barisan tersendiri.
Tidak bisa kita bayangan kalau yang berada pada barisan belakang itu
adalah anak-anak balita usia tiga sampai empat tahun. Mereka pasti akan
kocar-kacir dan ribut sendiri serta mengganggu ketenangan ibadah.
3. Haramnya Mengganggu Ketenangan Masjid
Ketenangan suasana di dalam
masjid adalah hal yang perlu diperhatikan, mengingat ibadah itu harus
dikerjakan dengan cara yang khusyu’, tenang dan tertib.
Suatu hari ada dua orang dari luar kota Madinah, tepatnya dari Thaif
yang masuk ke dalam masjid nabawi membikin kegaduhan dengan meninggikan
suara mereka. Melihat hal itu, Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu
lantas sigap bertindak. Di dekati kedua orang yang tidak dikenalnya
sebagai penduduk Madinah, dan ditanyakan identitas mereka. “Kalian
berasal dari mana?”, tanya Umar. “Kami dari Thaif”, jawab keduanya.”Demi
Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian ini asli
orang Madinah, pastilah telah kupukul kalian berdua ini”, ancam Umar.
Peristiwa ini memberi banyak pelajaran kepada kita, salah satunya
yang paling utama adalah dilarang hukumnya membuat kegaduhan di dalam
masjid. Untung saja kedua orang itu bukan penduduk Madinah, sehingga
Umar bisa memaklumi keawaman kualitas agama dan pemahaman mereka dalam
hukum-hukum masjid.
Maka resiko mengajak anak kecil yang belum matang pikirannya, akan
mengakibatkan ketenangan jamaah dalam terganggu dalam beribadah.
Bagaimana mau shalat khusyu’, kalau puluhan anak-anak kecil
berlari-larian kesana kemari sepanjang shalat, diiringi dengan teriakan
dan jeritan mereka tentunya. Maka masjid akan berubah menjadi arena yang
peuh dengan kegaduhan.
Kalau sudah begini, pengurus masjid hanya bisa memarahi sambil
membentak-bentak saja, memang sekilas suara ribut berhenti, hening
sesaat, tetapi setelah itu anak-anak akan kembali membuat ulah.
Mengajari mereka tertib masuk masjid hanya akan efektif kalau
mereka sudah cukup umur, yaitu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW,
ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan akan lebih matang lagi ketika
sudah mencapai usia sepuluh tahun, karena mereka sudah bisa berpikir
panjang, dan tahu kalau mereka melanggar ketertiban, akan ada hukuman
yang mereka tanggung sendiri akibatnya.
4. Haramnya Mengotori Masjid
Mazhab Asy-Syafi’iyah termasuk salah satu mazhab yang sangat konsern
terhadap urusan najis yang sedikit dan kecil. Sebagian dari ulama dari
mazhab ini memakruhkan membawa anak kecil ke dalam masjid dengan alasan
bahwa anak-anak seusia itu masih belum mampu menjaga diri dari najis.
Hal yang tidak bisa dihindari bagi anak-anak yang masih di bawah umur
adalah resiko mengompol di celana. Maka kalau sampai anak-anak itu
mengompol di dalam masjid, tentu masjid akan terkotori dan tercemar
dengan najis.
Untuk itu para orang tua tidak dianjurkan untuk mengajak bayi-bayi
mereka masuk ke dalam masjid, apabila mereka tidak bisa menjaga kesucian
dan kebersihan ruangan shalat di dalam masjid.
5. Rasulullah SAW Membawa Anak Kecil ke Masjid dan Mengimami Shalat Sambil Menggendongnya
Mungkin kalangan yang ngotot ingin mengajak balita ke masjid punya
dalil yang menguatkan pandangan mereka, bahwa Rasulullah SAW juga pernah
membawa anak kecil ke masjid. Malah menggendong anak kecil itu sambil
mengimami shalat. Bukankah hal itu menjadi dasar syariat dan juga
teladan bahwa kita pun seharusnya mengajak anak-anak kecil ke masjid?
Jawabnya begini, benar sekali bahwa Rasulullah SAW pernah mengimami
shalat sambil menggendong bayi, yaitu cucu beli sendiri yang bernama
Umamah puteri dari puteri Rasulullah SAW, Zainab radhiyallahuanha. Bahkan pernah pula beliau mengajak cucu yang lain, yaitu Hasan atau Husain, yang merupakan putera dari puteri beliau, Fatimah radhiyallahuanha.
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ
الأَنْصَارِىِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ
بِنْتُ أَبِى الْعَاصِ وَهْىَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِىِّ عَلَى
عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُودِ
أَعَادَهَا
Dari Abi Qatadah radhiyallahuanhu
berkata, Aku pernah melihat Nabi SAW mengimami orang shalat, sedangkan
Umamah binti Abil-Ash yang juga anak perempuan dari puteri beliau,
Zainab berada pada gendongannya. Bila beliau SAW ruku' anak itu
diletakkannya dan bila beliau bangun dari sujud digendongnya kembali (HR. Muslim)
عَنْ شَدَّادِ اللَّيْثِي
قَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ فِي إِحْدَى صَلاتَيْ العَشِيِّ
الظُّهرِ أَوِ العَصْرِ وَهُوَ حَامِلُ حَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ فَتَقَدَّمَ
النَّبِيُّ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلىَّ فَسَجَدَ
بَيْنَ ظَهْرَي صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا. قَالَ: إِنِّي رَفَعْتُ
رَأْسِي فَإِذَا الصَّبِيُّ عَلىَ ظَهْرِ رَسُولِ اللهِ وَهُوَ سَاجِد.
فَرَجَعْتُ فيِ سُجُوْدِي. فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ الصَّلاَةَ قَالَ
النَّاسُ: ياَ رَسُولَ اللهِ إِنَّكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَي الصَّلاَةَ
سَجْدَةً أَطَلْتَهَا حَتىَّ ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ أَوْ
أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ. قَالَ: كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِنَّ
ابْنِي ارْتَحَلَنِي فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتىَّ يَقْضِيَ
حاَجَتَهُ
Dari Syaddad Al-Laitsi
radhiyallahuanhu berkata,"Rasulullah SAW keluar untuk shalat di siang
hari entah dzhuhur atau ashar, sambil menggendong salah satu cucu
beliau, entah Hasan atau Husain. Ketika sujud, beliau melakukannya
panjang sekali. Lalu aku mengangkat kepalaku, ternyata ada anak kecil
berada di atas punggung beliau SAW. Maka Aku kembali sujud. Ketika
Rasulullah SAW telah selesai shalat, orang-orang bertanya,"Ya
Rasulullah, Anda sujud lama sekali hingga kami mengira sesuatu telah
terjadi atau turun wahyu". Beliau SAW menjawab,"Semua itu tidak terjadi,
tetapi anakku (cucuku) ini menunggangi aku, dan aku tidak ingin
terburu-buru agar dia puas bermain. (HR. Ahmad, An-Nasai dan Al-Hakim)
Namun kalau hal itu pernah terjadi bukan berarti menjadi sunnah atau
anjuran, melainkan menjadi kebolehan yang sifatnya darurat. Sebab apa
yang beliau SAW lakukan itu tidak terjadi setiap hari. Kejadiannya hanya
sekali itu saja. Tidak pernah diriwayatkan bahwa besok-besoknya atau
kapan misalnya, Rasulullah SAW datang lagi ke masjid mengajak anak-anak
kecil cucunya.
Makanya tidak ada satu pun ulama yang memandang bahwa perbuatan itu
menjadi dasar anjuran untuk membawa anak-anak kecil umur dua tiga
tahunan untuk ke masjid. Tetapi sekedar menjadi dasar kebolehan yang
bersifat darurat. Misalnya di rumah anak itu tidak ada yang menjaga,
ibunya sedang keluar, dari pada anak usia tiga tahun ditinggal sendirian
di rumah, boleh saja sekali waktu ayahnya dengan 'terpaksa' membawanya
ke masjid.
Sebenarnya kalau yang bawa anak balita ke masjid itu hanya satu
orang, insyaallah tidak akan berisik dan tidak akan berlarian
kesana-kesini. Sebab biasanya anak-anak seusia itu baru bikin onar kalau
ada temannya. Tetapi kalau sendirian, sementara semua jamaah adalah
orang dewasa, maka pada umumnya mereka tidak punya 'nyali' untuk berisik
dan bikin onar.
6. Jamaah Wanita Membawa Bayi ke Masjid
Para pendukung gerakan bawa balita ke masjid mungkin masih punya satu
peluru penghabisan, yaitu hadits tentang Rasulullah SAW mempercepat
shalatnya ketika mendengar anak kecil menangis di bagian shaf wanita.
Hal ini menunjukkan bahwa jamaah wanita ternyata pada bawa anak ke
masjid di masa itu.
Jawabannya begini, apa yang Rasululah SAW lakukan ketika mendengar
tangis bayi? Ternyata beliau mempercepat shalatnya. Istilah mempercepat
ini kalau kita pahami, salah satunya bisa berarti beliau tidak
menyelesaikan bacaan Qurannya, atau beliau membaca dengan lebih cepat
dari biasanya.
Tetapi intinya, konfigurasi shalat yang biasanya dilakukan menjadi
rusak dan tidak normal seperti biasanya. Artinya, justru keberadaan anak
balita di masjid itu bukan kondisi ideal tetapi kondisi di luar
kenormalan.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Dikutip dari :
http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1411317628&=mengapa-anak-usia-di-bawah-tujuh-tahun-belum-dianjurkan-diajak-ke-masjid.htm
0 komentar:
Posting Komentar