Keluarga adalah sistem Ilahi. Kalimat inilah yang pertama kali saya baca dari buku yang ditulis oleh Seikh Abul Hamid Rabee dalam bukunya “Al Baitul Muslimul Qudwah”. Ini disebabkan karena keluarga adalah system Alloh, petunjuk Nabi, sekaligus perilaku atau akhlak bagi manusia. Oleh karenanya, membina keluarga adalah ibadah yang sangat mulia dan sempurna, dan harus ditumbuhsuburkan secara terus menerus.
Mencermati kebingungan dan kebimbangan pemuda sekarang ini, terutama dalam hal keberanian untuk berkeluarga, maka tidaklah salah jika motivasi berkeluarga karena Alloh ini, menjadi sumber inspirasi untuk berani bertindak dan mengambil sikap untuk segera menikah. Yah …, menikah sebagai gerbang bagi seseorang menapaki jalan membina keluarga.
Di awal berkembangnya manusia, dari sejak Nabi Adam AS dan Siti Hawwa, tatanan berkeluarga ini menjadi sesuatu yang sangat ditegaskan oleh Alloh SWT sebagai sebuah sarana dalam menegakkan kehidupan. Hal ini karena hanya rumah tangga-lah sarana yang dapat menghimpun kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan sarana lain yang tidak melalui proses tersebut, maka hal itu merupakan bentuk kemaksiatan kepada Alloh dan pelanggaran terhadap aturan-aturanNya.
Dibutuhkan peran berbagai pihak agar pemuda sekarang ini memiliki keberanian untuk segera berkeluarga. Bahkan Sunnah hukumnya menyegerakan pernikahan seorang anak laki-laki yang sudah mampu secara materi dan kejiwaan dalam memikul beban pernikahan. Sunnah pula menyegerakan pernikahan seorang anak perempuan jika sudah siap secara fisik dan psikologis untuk menunaikan hak-hak suami istri.
Diriwayatkan dari Abdul Muthalib bin Rabiah bin Harits bahwa, Rasululloh SAW bersabda,”Lamahmiyyah (yakni sebutan untuk seorang laki-laki yang berprofesi sebagai pembagi bagi seperlima harta ghanimah), nikahkanlah laki-laki ini (yakni Fadhl bin Abbas) dengan anak putrimu.’Lalu iapun menikahkannya. Rasul berkata kepada Naufal bin Harits: ‘Nikahkanlah anak laki-laki ini. ‘Maka Naufal pun menikahkannya.’ (HR. Muslim)
Dari Fathimah binti Qois, Rasululloh SAW bersabda :’Nikahkanlah dengan Usamah. ‘Maka Fathimahpun menikah dengannya. Lalu Alloh menjadikan dari pernikahannya itu kebaikan dan isterinya menyenangkan Usamah.” (HR. Muslim).
Kisah di atas terjadi karena Fathimah telah mengenyam Tarbiyah untuk menjadi isteri yang sholihah. Usia Usamah sendiri di hari pernikahannya dengan Fathimah binti Qois baru 16 tahun. Akan tetapi Usamah telah mampu menunaikan hak-hak suami isteri secara sempurna, baik dari segi materi, psikologis dan sosial.
Oleh karena itu kita wajib melatih anak-anak kita untuk bekerja dan berpenghasilan untuk menyempurnakan kepribadian mereka, mengembangkan potensi kedewasaan mereka sejak dini agar kelak mereka bisa menanggung beban pernikahan sebagaimana sabda Nabi SAW :
Barangsiapa di antara kalian yang sudah sanggup menikah, maka hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa yang belum siap maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu baginya adalah perisai.” (HR. Bukhari)
Nah, diantara sunnah menikah adalah memudahkan seluruh urusan pernikahan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah RA bahwasannya Rasululloh SAW bersabda :’Di antara keberuntungan seorang wanita adalah memudahkan proses di khitbah dan memudahkan jumlah maharnya. (HR. Ahmad, Shahih Jami’ Shaghir)
Dari sini jelaslah bahwa sangatlah tidak beralasan jika seorang pemuda yang sudah memiliki kemampuan untuk berkeluarga, tetapi masih menunda-nunda pernikahan. Padahal pernikahan adalah sesuatu yang sangat utama dan berpahala sangat besar bagi seorang muslim. Jadi, mengapa harus menunda untuk berkeluarga ?
Wallohu a’lam.
*) Inspirasi, Keluarga Islam Idaman, Seikh Abul Hamid Rabee
0 komentar:
Posting Komentar